Sabtu, 27 Juni 2020

Tidak ada komentar :

Oleh : Al Ghumaydha’


Akhir-akhir ini aku kehabisan kata untuk melukiskan cerita. Saat pada akhirnya kau usai dari renung panjang. Bahwa hubungan ini kian rumit jika kita paksakan. Tak terbesit sedikit pun dalam inginmu untuk melepaskan. Namun, urusan ini memaksa kau dan aku untuk menjadi manusia lebih tabah dari sebelumnya.
Air mata seperti tak menemukan pintu keluar. Suara tersekat nyeri di ulu dada. Jerit tertahan dalam bisu yang panjang. Aku tidak rela menerima perpisahan untuk kesekian kalinya. Tapi bisikmu menegarkan aku. Bahwa keadaan ini bukan kesalahan siapa pun. Tidak juga di antara kau dan aku mengharapkan rasa sakit berulang kali.
Sekali lagi, kau meneguhkan yakin. Jika benar namamu dan namaku adalah sepasang yang diaminkan para bidadari. Sepanjang apapun jalan yang kita lalui, akan selalu ada alasan untuk bertemu kembali. Lantas, kau dan aku menyembunyikan tangis di tempat masing-masing. Tak pernah ada kisah mengikhlaskan yang mudah.
Belum reda isak panjang malam itu. Hati menjelma kepingan cermin berserakan. Ketika dengan berpura-pura tegar kau katakan. Jika di masa depan menemukan tanganku digamit jemari yang lain. Tak akan menyurutkan langkahmu untuk kembali menyapaku.
Namun, seujung kuku pun aku tidak peduli. Aku lebih percaya, bahwa namaku telah menjadi prasasti jauh dalam lubuk hatimu. Meski langkah kaki jauh dibentang jarak dan waktu. Kidung doa setia mengalir deras untuk kisah yang sama-sama kita semogakan di masa depan.

*Sumbawa, 28/03/2020

Tidak ada komentar :

Posting Komentar